Penumpang Istimewa bin Special - Pakdhe Heru

Tuesday, April 10, 2018

Penumpang Istimewa bin Special




Saya mempunyai teman yang berpenampilan nyentrik, rambut gondrong, pakaian cendrung kumal seenaknya. Ia memang pernah bergabung dengan sebuah LSM di Yogyakarta.



Selama bekerja di LSM khususnya ia mengurus “orang-orang pinggiran” seperti gelandangan, tukang becak, pemulung, dll. Ia juga sempat berteman dengan sekolompok pencopet. Tak heran kalau para pencopet senior di Yogyakarta, banyak yang mengenal dia. Gara-gara berteman dengan pencopet, ia pernah menjadi penumpang istimewa dalam KA yang membawanya dari Yogyakarta-Jakarta.

Ceritanya, ketika menuju Stasiun Tugu Yogyakarta, tanpa sengaja ia berjumpa temannya, seorang pencopet, yang kebetulan duduk sederet. Wajah si pencopet lebam dan ada sedikit luka bekas kena pukul saat ketahuan mencopet. Mereka sempat mengobrol, sebelum kemudian si pencopet turun menjelang kereta api berangkat.

Tanpa sepengetahuan teman saya, ternyata seorang anggota Polsus KA sempat mengawasi saat mereka berbincang-bincang.

“Kamu teman pencopet itu ya ?” Tanya sang Polsus tiba-tiba pada teman saya.
Tanpa curiga teman saya menjawab,”Ya, dia memang teman saya.”

Karena kejujurannya itu, semalam ia diawasi (termasuk tas dan perbekalannya) oleh seorang anggota Polsus yang duduk tepat di belakangnya. 

Lucunya, teman saya malah merasa beruntung. Ia merasa diperlakukan istimewa karena mendapat pengawalan pribadi.

Ia memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya. Dengan santainya ia tidur, tanpa khawatir kecopetan. Bukankah ada sang pengawas ?

Ketika ia bangun esok pagi, si polisi tampak masih berjaga-jaga di belakangnya dan pura-pura tidur. Ternyata pula, ia masih terus diawasi sampai ia meninggalkan Stasiun Gambir, Jakarta.

“Boleh jadi si Polsus bangga karena berhasil mengawasi saya sampai benar-benar tak berkutik. Tapi dia keliru, meski berteman dengan pencopet, saya bukan pencopet!” ceritanya sambil tertawa mengenang pengalamannya mendapat pengawalan istimewa.

*Simon Sudarman, Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment