Stop Tontonan Kekerasan, Lindungi Anakmu DOnk - Pakdhe Heru

Thursday, March 1, 2018

Stop Tontonan Kekerasan, Lindungi Anakmu DOnk

Ada dua umpan yang dilempar oleh produser agar film produksinya laku ditonton. Seksualitas dan kekerasan. Orang tua cenderung mencekal  yang pertama, tapi jarang atau tidak sama sekali untuk yang kedua. Padahal “bahayanya” tak kalah serius



TV penuh Kekerasan
Yang menjadi masalah, mengapa kekerasan menjadi menu pilihan yang ditayangkan di TV ? Tak bisa dpungkiri, persaingan penyelenggara siaran di layar kaca dalam memperebutkan kue iklan yang makin terbatas sangatlah ketat. Demikian pula  dengan pengiklanan  suatu mata acara. Dengan durasi terbatas, kail yang dilemparkan ke pemirsa harus bisa langsung menohok ke benak.

Kalau rajin memperhatikan iklan cuplikan tayangan film, tentu unsure seks dan kekerasan itu besar porsinya. Apalagi dalam film laga yang menjual kekerasan. Ambil contoh sinetron seri 7 Manusia Harimau, GGS, Anak Jalanan, Anak Langit, dsb. Kekerasan digunakan dalam berbagai cara dalam promosi sebagai pengait untuk menarik pemirsa agar menonton program itu.

Jenis sinetron/ film laga kepahlawanan selalu menarik perhatian dan  disenangi anak-anak, termasuk balita, sehingga mereka tahan berjam-jam duduk di depan layar kaca. Diduga, selain menghibur, yang terutama bikin kecanduan ialah unsure thrill, suasana tegang saat menunggu adegan apa yang bakal terjadi kemudian. Tanpa itu, sinetron atau film serasa datar dan membosankan.

Jadi Agresif  ?
Orang tua dituntut untuk cerewet, waspadai tayangan kekerasandi TV. Tapi, benarkah agresivitas anak-anak terjadi hanya karena tayangan kekerasan di layar kaca ? Sebenarnya, setiap manusia itu mempunyai sifat agresif sejak lahir. Sifat ini berguna dalam bertahan hidup.

Tanpa agresivitas, anak tidak akan bereaksi jika mendapat rangsangan  yang mengancamnya. Tetapi, tanpa pengarahan yang baik, sifat itu bisa merusak.

Ada yang melihat, proses dari sekadar tontonan sampai menjadi perilaku perlu waktu yang cukup panjang. Namun, yang merepotkan bila tontonan kekerasan jadi suguhan sehari-hari, sehingga menjadi hal biasa, apalagi lingkungan sekitar juga mendukung.

Bayangkan, bila dalam sehari disuguhkan  127 adegan kekerasan, berapa yang akan diterima dalam seminggu, sebulan, atau setahun ?  Mungkinkah akhirnya si anak merasa, memang “tidak apa-apa” memukul dan menganiaya orang lain. Cukuplah kejadian gegara anak  nonton 7 Manusia Harimau menjadi pelajaran berharga.

Jika menurut Anda (sebagai ortu) melihat tayanga TV tidak baik untuk tumbuh kembang anak, cukup laporkan ke KPI. Dan berikan pendampingan terhadap anak bila memang tidak ada respons.

Batasi Dua Jam Sudah Cukup
Kapan dan berapa lama anak boleh menonton TV, semua itu tergantung pada cara sebuah keluarga menghabiskan waktu  mereka bersama. Bisa saja di waktu santai sehabis makan malam bersama, atau justru sore hari.

Satu hal lagi, batasi juga penggunaan gadget. Ingat “GADGET BIKIN KETAGIHAN, OBATNYA SUSAH BUTUH KEGIGIHAN & KESABARAN”.

No comments:

Post a Comment