Pecinta alam ini umumnya memiliki cirri hampir sama. Berperilaku agak nyleneh, rambut gondrong, pakaian kumal bin acak-acakan, sepatu dan jarang membersihkan diri. Pakaian khas mereka jaket uang sering dilabeli julukan gagah nan mentereng seperti “Sang Penakluk Alam”, ‘Sang Penakluk Gunung”, atau mungkin ada kaso tulisan "My Trip My Adventure dsb.
Namun setelah berpikir beberapa kali meliaht kegaitan mereka, pikiran pun pebruha 180 derajat. Ternyata, mereka bukan pecinta alam.
Namun setelah berpikir beberapa kali meliaht kegaitan mereka, pikiran pun pebruha 180 derajat. Ternyata, mereka bukan pecinta alam.
Lingkungan hidup kita tidak hanya dirusak oleh penebang liar, cukong pencuri kayu, tapi juga mereka yang mengaku “pecinta alam” itu. Mereka buang kotoran (berak bin kencing) di sungai, puncak gunung, hutan, tebi tebing, pinggir danau, dan tempat lainnya. Bahkan, yang lebih mengesalkan dan amat disayangkan, sisa makanan berikut bungkusnya, sobekan kertas, bungkus rokok, kertas koran, kaleng dan botol plastik dibuang sembarangan. Dibiarkan berserakan di tenga hutan, alirang sungai, pinggir-pinggir jalan setapak menuju gunung, malah ada di tempat post atau kemah puncak gunung.
Mereka belum pernah sekalipun menyelamatkan lingkungan hidup. Sebaliknya, kegiatan mereka justru dapat merusak alam. Sebab, ketika berjalan di tengah hutan, lereng gunung atau pinggir sungai, selalu ada tumbuhan kecil yang diinjak, ditebas, dan dipatahkan. Malahan “pecinta alam” ini acap membuat api unggun di tengah hutan. Ironisnya lagi, mereka suka menyanyi atau membuat suara rebut sambil mengitari api unggun, sehingga memperparah kerusakan lingkungan.
Seandainya mereka sungguh cinta lingkungan, kegiatan utama mereka semestinya bukan mendaki gunung atau mejeng ria di tengah hutan perawan. Sebaiknya mereka membersihkan aliran sungai yang kotor, menanam pohon pada lahan-lahan gersang, atau ikut pasukan kuning membersihkan sampah di tenga kota, itung-itung membantu pasukan kuning.
Huuuuuuuuuuuuuuu..dasar “PECINTA ALAM GADUNGAN”.
Mereka belum pernah sekalipun menyelamatkan lingkungan hidup. Sebaliknya, kegiatan mereka justru dapat merusak alam. Sebab, ketika berjalan di tengah hutan, lereng gunung atau pinggir sungai, selalu ada tumbuhan kecil yang diinjak, ditebas, dan dipatahkan. Malahan “pecinta alam” ini acap membuat api unggun di tengah hutan. Ironisnya lagi, mereka suka menyanyi atau membuat suara rebut sambil mengitari api unggun, sehingga memperparah kerusakan lingkungan.
Seandainya mereka sungguh cinta lingkungan, kegiatan utama mereka semestinya bukan mendaki gunung atau mejeng ria di tengah hutan perawan. Sebaiknya mereka membersihkan aliran sungai yang kotor, menanam pohon pada lahan-lahan gersang, atau ikut pasukan kuning membersihkan sampah di tenga kota, itung-itung membantu pasukan kuning.
Huuuuuuuuuuuuuuu..dasar “PECINTA ALAM GADUNGAN”.
No comments:
Post a Comment